Pagi kentara segar. Dari pintu kelas yang terbuka menghadap luar, tampak sosok laki-laki dewasa bertubuh tinggi menyeberang halaman. Ia menghampiri ke kelas dimana saya duduk di antara anak-anak lain yang berseragam merah putih. Laki-laki tersebut memberi salam kepada bu guru yang tengah mengajar dan mengatakan sesuatu. Nama saya terpanggil kemudian dan diminta bu guru untuk berdiri mendatangi laki-laki yang masih berdiri di ambang pintu. Ia memberikan selembar poster bergambar seorang pahlawan lalu undur diri.
Siapa laki-laki tersebut?
Ia adalah kakak sulung saya dari empat bersaudara. Mas Eko. Sedangkan saya si bungsu, satu-satunya anak perempuan dalam keluarga.
Masih terasa di ingatan, kala itu usia saya 11 tahun. Pagi itu sebelum berangkat sekolah, saya menangis senggukan di depan pintu selepas sarapan.
“Gimana ini, aku nggak bawa poster…”
Kekhawatiran tidak membawa poster gambar pahlawan menghantui benak saya. Sebenarnya dari kemarin sore, Mas Eko menemani saya untuk mencari poster gambar banyak pahlawan dalam satu lembar poster namun di toko-toko yang kami kunjungi adanya hanya yang bergambar satu pahlawan saja. Kakak menyuruh untuk mengambil gambar poster yang ada, namun saya tidak mau karena tidak sesuai dengan perintah tugas. Alhasil, saya pun pulang tanpa membawa hasil. Baru pagi hari keesokannya, tugas itu saya ingat kembali. Takut dimarahi guru jika ke sekolah tidak membawanya.
Nyatanya sampai di sekolah. Tidak ada satu pun murid yang membawa poster tersebut ke sekolah. Tugas tersebut ternyata hanya saran dari guru magang yang meminta kami menempel poster ke dinding kelas, bukan kewajiban. Namun saya terlanjur bersemangat menerima tugas tersebut. Hati saya pun terasa tenang tanpa khawatir ketika berada di kelas. Tidak disangka kakak saya membawakan poster tersebut ke kelas. Tangisan pagi itu ternyata terdengar oleh Mas Eko. Meskipun kakak orangnya pendiam, dia juga peduli.
Mas Eko adalah sosok yang pintar juga pekerja keras. Sejak sekolah di SMK, ia sudah menyambi bekerja ikut orang. Ia yang paling sudah bekerja sementara adik-adiknya masih sekolah. Apapun dikerjakan demi terlepas dari tanggungan orang tua. Dia tidak pernah diam hanya di rumah saja, selalu mencari kegiatan yang bisa dihasilkan di luar sana.
Sedari kecil, saudara yang bisa saya keluhkan permasalahan memang Mas Eko. Hidup masih kekurangan, saya tidak berani meminta apa-apa kepada orangtua yang berjuang menghidupi anak-anaknya dalam gubuk kecil kami. Saya lebih memiliki meminta bantuan kepada kakak sulung, khususnya masalah keuangan. Berbeda dengan saya, yang anak bungsu, masih manja hingga sekarang. Dari ini terlihat kan bagaimana sifat anak sulung dan anak bungsu.
“I love my brother. He is simply amazing and I just couldn’t imagine my life without him.”
Alhamdulillah, saya satu-satunya anak dalam keluarga yang berhasil mendapatkan gelar sarjana. Namun keberhasilan ini bukan apa-apa jika tidak ada orang-orang yang mendukung saya. Kakak sulung adalah salah satunya.
Pribadinya yang pekerja keras menjadikan Mas Eko sukses membuka usaha sendiri yakni counter pulsa yang ramai sekali karena berada di pusat kota. Awal-awal kuliah masa adaptasi, saya kerap minta dikirimi pulsa hampir setiap bulan, sehingga uang pulsa masih bisa dialihkan untuk keperluan makan. Namun akhirnya saya tahu diri untuk tidak meminta-minta kembali, apalagi kan kakak sudah menikah dan punya anak. Sosok kakak menginspirasi saya untuk menjadi seperti dirinya bisa bekerja keras dan tidak mengandalkan orang lain. Mas Eko pribadi yang tampak tidak kekurangan, tidak pernah mengeluh tentang apapun.
Beruntung saya anak penerima beasiswa, yang dananya cair di di awal semester kedua, jadi tidak terlalu membebani orang rumah untuk memikirkan keuangan saya kemudian. Saya menambah keuangan dengan mengikuti perlombaan yang Alhamdulillah bisa mencukupi kebutuhan harian dari hasil juara. Namun tahun terakhir kuliah sungguh memengkakkan biaya di luar semester-semester sebelumnya. Mau tidak mau saya pun hanya terpikir meminta bantuan kepada sang kakak. Adalah uang magang, penelitian, ujian sidang, dan wisuda.
Tidak hanya masalah keuangan yang saya dapatkan dari kakak. Masa ketika ia menguatkan ibu untuk merelakan saya merantau ke tanah seberang. Masa berat bagi ibu dimana kami baru kehilangan ayah ke Rahmatullah. Ibu tidak mau ditinggalkan saya pergi juga meskipun saya masih di bumi, hanya beda kota. Saya pun tidak tega, lidah ini rasanya tidak mampu berkata-kata untuk menenangkan ibu. Dan akhirnya kakak yang berkata. Mesti apa yang diucapkan kakak tersampaikan dalam hati ibu hingga beliau mengijinkan saya berangkat kuliah.
“Brother – a person who is there when you need him; someone who picks you up when you fall; a person who sticks up for you when no one else will; a brother is always a friend.”
Penyakit jantung merenggut ayah dari kehidupan kami enam tahun lalu. Kehilangannya menjadi pukulan yang sangat menyakitkan dan masih membekas. Tahun ini kami diingatkan kembali akan kenangan tersebut.
Tak disangka Mas Eko terkena serangan jantung. Rasanya dunia seakan runtuh. Kami sangat takut jika Allah tega merenggutnya juga. Bagaimana bisa hal tersebut menimpa orang yang tergolong muda tersebut? Kenapa orang baik harus diberikan ujian berat begini?
Namun saya tahu Allah sayang kepada kami. Kakak sulung sehat kembali setelah menjalani pemasangan ring di dalam jantungnya.
Semua bantuan dari kakak, rasanya belum juga saya bisa memulai memberikan balasan apa yang layak padanya hingga detik ini. Sejak penyakit yang menyerangnya, saya merasa bersalah sekali karena tidak bisa berbuat apapun untuk kakak. Semenjak dia kembali pulih, saya ingin menjadikannya sehat selalu agar bisa merasakan masa tua bersama anak cucu kelak.
Kesehatan itu penting melebihi harta apapun. Karena saya sudah punya penghasilan, saya ingin membayarkan asuransi kesehatan kepadanya. Hadiah yang tepat karena kakak harus mengonsumsi obat-obatan seumur hidup dan mesti rutin periksa diri ke dokter.
Beruntungnya hidup di zaman yang serba mudah, pembayaran pun juga dipermudah apalagi berada jarak jauh. #BuatKamu kakak, saya dipermudahkan tidak khawatir untuk membayar asuransi kesehatan (BPJS) setiap bulan #pakeTCASH dengan transaksi e-money melalui TCASH. Saya mengetahui informasi tersebut ketika scrolling di twitter. Bayar BPJS lebih mudah dari handphone sekarang.
Adalah layanan uang elektronik semua transaksi hanya dengan menggunakan aplikasi kapanpun dan dimanapun. Menyimpan uang sekarang tidak susah-susah di dompet takut kecopet, tapi bisa di smartphone. Bukankah smartphone sudah menjadi teman untuk apapun. Bayar tagihan apapun bisa lewat TCASH. Tidak hanya BPJS, juga bisa listrik, PDAM, dan masih banyak lagi! Cuma bayar saja? NO! Beli pulsa bisa tanpa perlu ke admin, belanja online, dan mengirimkan uang ke siapapun dan dimanapun tanpa perlu memiliki rekening bank serta dapat menerima transferan bank. Oke oke saja. Kini simpan dompet yang berisi uang dan kartu-kartu kredit maupun debit di rumah.
Oh ya, yang menarik dari TCASH bisa untuk melakukan transaksi merchant-merchant. Misal saja, membeli makanan di Burger King, bayar ke kasir tinggal nunjukin smartphone kita yang ada aplikasi TCASH. Mudah kan. Hingga Oktober 2018, tercatat sekitar 75.000 Merchant TCASH yang bayarnya dengan TCASH TAP (Teknologi NFC) dan TCASH SNAP (Teknologi QR).
TCASH diluncurkan oleh Telkomsel tahun 2010. Saya sempat bertanya-tanya, apakah hanya pengguna pelanggan Telkomsel saja yang bisa menggunakan layanan ini. Ternyata semua operator loh! Ini yang membuat saya setuju untuk memakai TCASH. Dengan nomor teregistrasi ke TCASH sudah otomatis menjadi rekening tempat kita menyimpang uang.
Kalau sudah mengaktivasi TCASH, harus dong mengisi saldo biar bisa digunakan bertransaksi. Lalu Cara Isi Saldo TCASH bagaimana?
Mudah sekali, langsung dari rekening bank (Jaringan ATM Bersama & Bank BCA) dengan metode transfer ke rekening bank melalui ATM, mobile banking, and internet banking. Bisa juga berkunjung ke Grapari atau ke toko ritel seperti Alfamart dan Indomaret biar kasir yang menyelesaikan transaksi. Ke agent TCASH yang terdaftar juga bisa. Kalau saya sih seringnya ke toko ritel sekalian beli cemilan hehe.
Aktivasi sudah, mengisi saldo sudah, ya tinggal digunakan saja TCASH. Karena saya inginnya bayar BPJS, tinggal pilih menu Beli Bayar. Lalu pilih Tagihan Baru. Di menu tersebut pilih Asuransi lalu pilih BPJS Kesehatan. Masukkan nomor peserta BPJS, yang ini jelas saya sudah tahu ID kakak. Klik lanjut, kemudian tinjau dan konfirmasi apakah data sudah benar. Yang terakhir masukkan 6 digit pin TCASH yang saya miliki. SELESAI.
Awalnya sih saya diam-diam saja membayarkan tagihan BPJS kakak, kemudian baru deh bilang. Surprise hehehe, alias pengen niru kebaikan diam-diam kakak. Untungnya dia mau menerima apa yang saya lakukan. Walaupun mungkin ini bukan apa-apa dibandingkan apa yang sudah dia lakukan selama ini pada saya.
Tidak ada seorangpun yang bebas dari resiko sakit. Inilah pentingnya asuransi kesehatan. Bagi saya, dengan membayar asuransi kesehatan sama saja melindungi orang yang tercinta agar menerima perawatan medis yang diperlukan. Saya juga tidak mau kakak memikirkan risiko keuangan yang disebabkan biaya medis yang tinggi. Dengan kemudahan dari TCASH, saya tidak telat bayar asuransi kesehatan.
Leave a reply to Tuteh Cancel reply